Jumat, 31 Desember 2010

Paduan Suara (cerpen)


Suatu pagi, seekor katak gunung yang tinggal di Jepang sedang melamun di tepi kolam. Nama katak itu adalah Fuji. Tiba – tiba seekor katak sawah yang bernama Kimi melompat ke kolam. JEBYUR! Alangkah kagetnya Fuji mendengar suara itu.
“Hai, katak gunung, siapa namamu?” sapa Kimi.
“Hai juga. Aku Fuji” balas Fuji.
“Aku Kimi. Maukah kau bernyanyi untukku? Bukankah katak gunung pandai menyanyi? Kau pasti berasal dari Fujiyama (gunung Fuji) bukan?”.
Tetapi saat Fuji mendengar permintaan tersebut, ia malah melompat ke atas batu dan menyebrangi sungai. Apa yang terjadi? Apakah permintaanku terlalu berat untuknya? Pikir Kimi. Kemudian, seekor katak sawah besar memanggilnya. Rupanya itu ayah Fuji, ia telah melihat semuanya di balik rerumputan.
“Psst. Kemarilah, katak sawah”. Lalu ayah Fuji menceritakan semuanya kepada Kimi.
“Sebenarnya Fuji adalah anakku. Namun ibunya adalah katak gunung. Seperti yang kau ketahui, katak gunung sangat pandai menyanyi. Tetapi karena aku katak sawah, jadi ia tidak pandai menyanyi. Ia sangat malu dengan teman – temannya. Aku sangat menyesal, aku bukanlah ayah yang tepat untuknya”.
Karena merasa iba, Kimi mencoba untuk membantu ayah Fuji. Ia pun mendapat ide. “Kalau begitu, aku akan mencari solusi bagi katak yang tidak pandai bernyanyi”.
“Oh, terima kasih banyak. Kau baik sekali,” ucap ayah Fuji.
Lalu berangkatlah Kimi. Ia menyebrangi sungai untuk mencari Fuji.
Sampai pada sebuah batu besar, Kimi melihat Fuji sedang duduk di atasnya. Ia melihat Fuji sedang menangis, rupanya ia sangat sedih. Lalu Kimi menghampirinya.
“Hai Fuji, mengapa kau menangis? Aku tahu kalau kau tidak bisa bernyanyi. Tetapi bukan begini caranya, pasti ada cara yang lebih baik,” hibur Kimi.
“Ya benar, aku tidak pandai bernyanyi. Seharusnya kalau aku katak gunung aku dapat bernyanyi. Tapi, mengapa kau tidak sedih, kalau kau katak sawah pasti kau juga tak pandai bernyanyi bukan?”
“Aku tidak tahu. Mungkin karena aku mengikuti paduan suara”.
“Paduan suara? Apa itu?”
“Apa ya? Yang aku tahu, beberapa katak atau kodok yang bernyanyi bersama. Biasanya paduan suara diikuti sesama katak sawah atau katak gunung dengan katak sawah. Dengan bernyanyi bersama, suara yang halus, keras, berat, serak dan lantang akan menjadi enak didengar. Nah, dengan cara ini, kau dapat merasa bahwa suaramu itu bagus bahkan kelompokmu bisa mengikuti lomba paduan suara” kata Kimi.
Benar juga, mengapa aku tidak tahu dari dulu ya? Aku ini hanya katak bodoh yang mudah putus asa! Pikir Fuji.
“Baiklah kalau begitu, aku ingin ikut paduan suara”.
“Kalau begitu ayo ikut aku!” tukas Kimi.
Sejak saat itu Fuji dan Kimi berlatih paduan suara dengan teman – temannya. Sampai pada suatu hari kelompok mereka diikutkan lomba. Ayah dan ibu Fuji sangat bangga dan senang sekali.


Sepasang Merpati (cerpen)


Di sebuah hutan, hidup sepasang burung merpati yang bernama Eve dan Adam. Mereka selalu setia. Saling mengasihi dan menyayangi. Mereka tak dapat terpisahkan dan akan selalu bersama.
Suatu hari, merpati-merpati itu pergi mencari makan. Adam tak akan meninggalkan Eve di belakangnya. Begitu juga Eve. Mereka menyusuri seluruh hutan bersama. Dari goa-goa, tebing yang curam, sungai yang deras, hingga akhirnya tiba di tepi hutan yang berbatasan dengan pemukiman manusia.
“Sayang, ayo kita ke sana. Di sana banyak sekali makanan,” kata Eve kepada Adam.
“Jangan, di sana banyak sekali manusia-manusia yang kejam,” balas Adam.
“Akan tetapi, kita bisa makan enak di sana.”
“Sayang, apabila kita ditembak oleh mereka, kita pun akan dijadikan santapan.”
“Baiklah. Kalau begitu aku akan pergi sendiri.” Kemudian Eve pergi meninggalkan Adam. Adam terdiam. Ini pertama kalinya mereka berpisah. Sebenarnya Adam ingin sekali menemani Eve ke sana. Tapi bila memang benar nantinya mereka tertembak, akan sia-sia saja mereka.
 Eve tiba di tengah-tengah pemukiman yang padat. Di sana memang banyak makanan. Gandum-gandum yang baru saja dipanen dijemur di atas atap rumah.
Eve hinggap di atas atap, lalu ia makan sampai ia merasa kenyang. Eve sedih tak dapat menikmati makanan ini bersama kekasihnya. 
Tak lama kemudian, sang pemilik rumah itu melihat Eve memakani gandum-gandumnya. Orang itu marah dan menangkap merpati malang itu. Ia lalu menjualnya ke kota. Kini Eve berada dalam kandang. Ia khawatir tak dapat bersama lagi dengan Adam.
Petang harinya, Eve belum kembali kepada Adam. Adam menunggu lama sekali. Akhirnya ia pun mencari Eve ke sana.
Lama Adam mencari, bahkan ia sudah menanyakan kepada seluruh merpati yang tinggal di sana. Akan tetapi mereka tak melihatnya. Adam menangis sedih. Ia tak dapat bertemu dengan kekasihnya. Ia juga menyesal karena tak ikut menemani Eve.
Di dalam kandang, Eve pun menangis melihat dirinya tak dapat bertemu lagi dengan Adam. Ia menyesal karna tadi ia tak mengikuti ucapan Adam.
Kini mereka berdua telah terpisah oleh ruang dan waktu. Keduanya tak dapat bertemu kembali.